Analytical Review Film : Crash

Sebagai sebuah wilayah yang dihuni oleh orang- orang dari berbagai ras, etnis dan golongan, Los Angeles merupakan sebuah kota yang banyak diwarnai oleh permasalahan identitas. Fenomena yang serupa pada dasarnya muncul di banyak kota di Amerika Serikat mengingat negara tersebut merupakan suatu negara yang menjadi tujuan utama bagi para imigran. Bahkan Amerika Serikat pun menyandang gelar sebagai the melting pot. Paul Haggis melalui film Crash menggambarkan bagaimana permasalahan identitas terutama terkait ras dan etnis terjadi hampir setiap waktu dalam keseharian orang- orang yang menghuni Los Angeles. Di dalam film ini berbagai identitas ras dan etnis muncul dan terhubung melalui aneka rupa persinggungan yang nyaris tidak bisa dihindarkan.

Sejumlah adegan dalam film Crash menggambarkan bagaimana pergulatan identitas terjadi dalam sebuah lingkaran interaksi yang tidak berputus dan begitu dekat dengan kehidupan pribadi setiap orang yang berada dalam lingkaran tersebut.
Prasangka dan stereotype menjadi penyebab utama timbulnya berbagai pergulatan antar identitas. Pada umumnya karakter fisik menjadi pemicu utama adanya prasangka buruk dan stereotype terhadap seseorang. Hal ini dimunculkan secara nyata tepat pada adegan pertama ketika timbul kericuhan di bahu jalan yang memicu emosi seorang wanita Korea sehingga ia mulai bertengkar dengan seorang detektif wanita yang berdarah Latin. Dalam pertengkaran tersebut, si detektif wanita menyebut- nyebut bahwa si wanita Korea merupakan orang China. Pada adegan lainnya, seorang lelaki Persia dan anaknya berniat membeli pistol di sebuah toko milik orang Kaukasia. Alih- alih melayani dengan baik, si pemilik toko yang berkulit putih justru bertindak rasis dengan mulai menyebut- nyebut orang Persia tersebut sebagai orang Arab yang identik dengan teroris serta ia mulai menghina puteri orang Persia tersebut melalui berbagai dialog yang berbau seksual. Kedua adegan ini menunjukkan bahwa salah satu akar prasangka negative antar identitas ras maupun etnis pada mulanya berasal dari karakter fisik. Pada kasus wanita Korea, ia dianggap sebagai orang China hanya karena karakter fisiknya secara umum mirip dengan orang China yaitu berkulit kekuningan dan bermata sipit. Sedangkan pada kasus orang Persia, ia dianggap sebagai orang Arab akibat penampilan fisiknya yang secara umum mirip orang Arab sekaligus namanya yang berbau Arab atau Islami.

Secara lebih lanjut penampakan fisik yang identik dengan suatu identitas tertentu ini menimbulkan perbedaan perlakuan atau dapat pula disebut sebagai tindak rasisme. Biasanya pada kasus rasisme di Amerika Serikat, orang- orang dengan ciri ras Kaukasian cenderung dihormati dan dianggap baik. Sedangkan orang- orang dengan ciri ras Negroid dan Mongoloid serta etnis Hispanik atau Latin cenderung kurang dihormati akibat golongan ini cenderung identik dengan para imigran yang berkelas ekonomi rendah. Pada film Crash konsep ini dimunculkan dalam karakter Jean Cabot yang diperankan oleh Sandra Bullock dimana ia beranggapan bahwa tukang kunci yang sedang memperbaiki rumahnya pasti anggota geng yang jahat dan berniat merampok rumahnya di malam hari hanya karena ia berwajah Meksiko, bertato, botak dan memakai celana hipster. Padahal berkebalikan dengan prasangka Jean Cabot, tukang kunci tersebut rupanya merupakan seorang pria yang baik hati dan ayah yang penyayang.

Perspektif ini pada dasarnya merupakan perspektif yang berasal dari orang- orang kulit putih namun ia kemudian menyebar dan bertumbuh di dalam lingkungan identitas lain selain identitas kulit putih. Sehingga pemberian prasangka buruk dan stereotype pada akhirnya tidak hanya dilakukan oleh orang kulit putih tetapi juga orang kulit hitam, orang China dan lain sebagainya terhadap identitas lain yang berada di luar dirinya. Selain itu, dalam beberapa kasus, orang justru menjadi ingin keluar dari identitasnya agar tidak lagi dianggap ‘buruk’ oleh identitas mayoritas, dalam hal ini oleh orang kulit putih.

Kuatnya prasangka dan stereotype membuat upaya- upaya untuk mendamaikan pergulatan identitas tersebut bukanlah hal yang mudah dilakukan. Pada salah satu adegan di film Crash, dimunculkan karakter seorang polisi berkulit putih yang muak terhadap rekannya yang bertindak sewenang- wenang terhadap seorang wanita kulit hitam. Namun rupanya pada akhir cerita justru polisi ini melakukan pembunuhan terhadap seorang pemuda kulit hitam hanya karena ia mengira bahwa pemuda tersebut hendak mengeluarkan senjata berbahaya dari kantongnya padahal ia hanya hendak mengelurakan sebuah totem yang mirip dengan totem polisi tersebut. Di alam bawah sadar polisi tersebut telah tercatat bahwa pada umumnya orang kulit hitam selalu membawa senjata dan tidak segan melukai orang lain sehingga kemudian ia bereaksi secara berlebihan dan menembak orang kulit hitam tersebut.

Namun di sisi lain, nurani seorang manusia menjadi sebuah jembatan yang mampu menengahi pergulatan sentiment antar identitas ini. Terdapat sejumlah adegan yang menampilkan upaya orang-orang dari berbagai identitas untuk memperbaiki masalah rasisme ini. Salah satu adegan yang menayangkan upaya tersebut ialah adegan ketika karakter Cameron Thayer yang diperankan oleh Terrence Howard mengatakan kepada pemuda berkulit hitam yang berniat merampok mobilnya bahwa pemuda tersebut telah mempermalukan diri sendiri sekaligus mempermalukan dirinya. Hal ini dimaksudkan bahwa tindak criminal yang dilakukan pemuda tersebut telah mempermalukan orang- orang kulit hitam secara umum karena tindak tersebut semakin melegitimasi stereotype criminal yang menempel pada diri orang- orang kulit hitam. Cameron sendiri merupakan seorang kulit hitam yang istrinya dilecehan oleh polisi berkulit putih tepat di depan matanya. Selain itu adegan dimana polisi kulit putih yang tadinya melecehkan istri Cameron pada akhirnya justru nyaris mati demi menolong wanita tersebut pada sebuah kecelakaan mobil menunjukkan bahwa kemanusiaan masih hadir untuk mengikis tindak- tindak ketidakadilan akibat bias ras.

Menurut saya, ini merupakan film yang patut ditonton untuk menyadarkan kita betapa tindak rasisme sangat lekat dengan keseharian kita dalam bermasyarakat. Bermula dari generalisasi karakter fisik suatu ras atau etnis kemudian menjadikan kita mudah memberi prasangka buruk terhadap orang lain dan melakukan tindakan rasis akibat terbentuknya stereotype negative di kepala kita masing- masing. Sedangkan di sisi lain setiap hari kita mulai bertemu dengan orang- orang dari ras dan etnis yang berbeda dalam berbagai interseksi. Bagi saya pribadi nurani dan kemanusiaan adalah jembatan yang mampu menengahi sentiment antar identitas sebagaimana yang digambarkan oleh Paul Haggis dalam sejumlah adegan di film Crash.

---FIN